TARAKAN – Kasus pemalsuan dokumen tanah yang melibatkan tersangka berinisial HM tengah menjadi sorotan publik di Tarakan, Kalimantan Utara. Kasus yang viral di media sosial ini kini memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Tarakan.
Polres Tarakan pun mengungkap kronologi penanganan kasus hingga penetapan HM sebagai tersangka, menegaskan bahwa proses hukum dilakukan secara profesional, akuntabel, dan transparan.
Kapolres Tarakan, AKBP Erwin S. Manik, melalui Kasat Reskrim AKP Ridho Pandu Abdilah, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari laporan polisi (LP) yang diajukan oleh pelalor inisial NR pada November 2024. Laporan tersebut terkait dugaan pemalsuan dokumen tanah.
“Berdasarkan laporan tersebut, kami langsung melakukan tindak lanjut dengan tahapan penyelidikan,” ujar Ridho.
Proses penyelidikan dimulai pada Desember 2024 dengan memeriksa 12 saksi. Selanjutnya, pada 3 Februari 2025, dilakukan klarifikasi oleh ahli pidana dari Universitas Borneo Tarakan. Penyelidikan kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan setelah gelar perkara pada 5 Februari 2025.
Dalam proses penyidikan, tim Satreskrim Polres Tarakan kembali memeriksa 12 saksi pada Februari 2025. Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan terhadap ahli pidana dari Universitas Borneo Tarakan dan ahli grafonomi forensik dari Puslabfor Polda Jawa Timur, AKBP Dedi Prasetyo, pada 27 Maret 2025 di Surabaya.
Hasil pemeriksaan forensik pada 10 April 2025 menyimpulkan bahwa tanda tangan pada dokumen bukti nomor 017/2025/DTF, berupa surat pernyataan kepemilikan tanah atas nama Haji Abdul Gani Atjat, tidak identik alias palsu. Dokumen tersebut dibuat di Tarakan pada 12 Juli 1984 di atas kertas segel bermaterai Rp 25.
“Berdasarkan hasil laboratorium, tanda tangan pada dokumen tersebut terbukti berbeda,” ungkap Ridho.
Pada 27 Februari 2025, penyidik menyita barang bukti berupa satu lembar asli surat pernyataan kepemilikan tanah seluas 30.000 m² atas nama H. Moch Maksum Indragiri, tertanggal 12 Juli 1984.
Dokumen ini ditandatangani oleh Ketua RT VII Karang Anyar, Kepala Desa Karang Anyar Haji Abdul Gani Atjat, dan Camat Tarakan Barat Drs. Taufik Andi Tjatjo dengan nomor legalisasi 425/CTB/11/1987.
Berdasarkan bukti dan keterangan saksi, pada 28 April 2025, tim penyidik menetapkan HM sebagai tersangka melalui gelar perkara. HM diduga melanggar Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHPidana tentang pemalsuan surat atau Pasal 167 KUHPidana tentang penyerobotan tanah.
Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap, penyidik melakukan tahap I dengan mengirimkan berkas ke Kejaksaan Negeri Tarakan pada 6 Mei 2025.
Namun, pada 16 Mei 2025, jaksa mengembalikan berkas dengan petunjuk (P19) untuk melengkapi kekurangan formil dan materil. Penyidik kemudian melengkapi berkas dan mengirimkannya kembali pada 22 Mei 2025.
Pada 17 Juni 2025, Kejaksaan Negeri Tarakan menyatakan berkas perkara HM lengkap (P21). Selanjutnya, pada 26 Juni 2025, penyidik menyerahkan tersangka HM dan berkas perkara (tahap II) ke kejaksaan.
“HM tidak ditahan selama proses hukum karena bersikap kooperatif dan mempertimbangkan kondisi kesehatannya,” tegas Ridho.
Polres Tarakan menegaskan bahwa penanganan kasus ini telah dilakukan secara profesional, akuntabel, dan transparan sesuai hukum yang berlaku. Masyarakat diminta menghormati proses hukum yang sedang berjalan hingga putusan pengadilan keluar.
Selain itu, Polres Tarakan mengimbau akun media sosial untuk tidak menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenarannya.
“Jangan menyebarkan berita tanpa dasar dan data yang jelas, karena dapat menggiring opini publik yang tidak sesuai fakta,” tutup Ridho.
Proses hukum kasus ini kini berada di tangan Pengadilan Negeri Tarakan. Publik diharapkan menantikan putusan resmi untuk mengetahui kejelasan kasus yang melibatkan HM ini. (*)
Reporter : Arif Rusman
Discussion about this post