TARAKAN – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara) mendesak PT Pertamina (Persero) untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) serta sarana dan prasarana di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Ladang, Kota Tarakan. Desakan ini muncul menyusul temuan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diduga tidak memenuhi standar kualitas, yang berpotensi merugikan konsumen.
Kepala Ombudsman Kaltara, Maria Ulfa, mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan adanya endapan berwarna hitam pada BBM yang dijual di SPBU Ladang. Meski demikian, ia menegaskan bahwa temuan ini belum dapat disimpulkan sebagai BBM oplosan sebelum hasil uji laboratorium resmi dirilis.
“Kami menemukan indikasi ketidaksesuaian pada BBM di SPBU tersebut. Namun, untuk memastikan apakah ini BBM oplosan atau bukan, perlu pengujian lebih lanjut,” ujar Maria Ulfa saat ditemui di Tarakan, Kamis (17/4).
Maria menjelaskan, temuan ini menjadi perhatian serius karena kualitas BBM berhubungan langsung dengan kepercayaan masyarakat dan performa kendaraan. Oleh karena itu, Ombudsman Kaltara meminta Pertamina segera mengevaluasi SOP, mulai dari proses pengiriman, penyimpanan, hingga distribusi di SPBU.
“Kami ingin memastikan semua sarana dan prasarana, termasuk tangki penyimpanan dan alat distribusi, sesuai dengan standar yang ditetapkan. Ini bukan hanya tanggung jawab Pertamina, tetapi juga pengelola SPBU dan pihak transportir,” tambahnya.
Lebih lanjut, Maria menekankan pentingnya pengawasan ketat di seluruh rantai distribusi BBM. Menurutnya, evaluasi ini harus mencakup pemeriksaan rutin terhadap kualitas BBM, baik di kilang, selama transportasi, hingga di tangki SPBU.
“Kualitas BBM harus terjaga dari hulu hingga hilir. Jika ada celah dalam proses, ini bisa membuka peluang penurunan kualitas yang merugikan masyarakat,” ungkapnya.
Terkait temuan di SPBU Ladang, Ombudsman Kaltara telah meminta pemerintah daerah dan Pertamina untuk segera mengambil sampel ulang BBM di lokasi tersebut. Sampel ini diminta untuk diuji di Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas), yang memiliki wewenang untuk melakukan analisis mendalam.
“Kami sudah meminta pengambilan sampel ulang dan pengujian di Lemigas. Ini penting untuk mengetahui akar masalah, apakah dari proses distribusi, penyimpanan, atau faktor lain,” kata Maria.
Ombudsman juga menyoroti perlunya SOP yang jelas terkait waktu pengujian laboratorium. Maria mengkritik kurangnya transparansi soal durasi pengujian yang sering kali memakan waktu lama.
“Kami minta ada ketentuan berapa lama hasil uji laboratorium bisa keluar. Masyarakat berhak tahu secepat mungkin apa penyebab masalah ini,” tegasnya.
Selain itu, Maria meminta Pertamina untuk melibatkan mitra-mitranya, seperti pengelola SPBU dan perusahaan transportasi, dalam evaluasi internal. Ia menekankan bahwa kerja sama lintas pihak sangat penting untuk mencegah masalah serupa terulang di masa depan.
“Pertamina harus duduk bersama mitra-mitranya, melihat setiap tahapan distribusi, dan memastikan tidak ada celah yang bisa menurunkan kualitas BBM,” ujarnya.
Temuan ini bukan kali pertama masalah kualitas BBM dilaporkan di wilayah Kaltara. Sebelumnya, sejumlah konsumen di Tarakan juga mengeluhkan performa kendaraan yang menurun setelah mengisi BBM di beberapa SPBU. Hal ini menambah urgensi bagi Pertamina untuk bertindak cepat.
“Kami berharap Pertamina tidak hanya menanggapi temuan ini sebagai kasus tunggal, tetapi juga sebagai momentum untuk memperbaiki sistem secara keseluruhan,” kata Maria.
Ombudsman Kaltara berharap Pertamina segera mengambil langkah konkret, mulai dari pengujian sampel, evaluasi SOP, hingga peningkatan pengawasan di lapangan.
“Kami ingin BBM yang sampai ke tangan masyarakat benar-benar sesuai standar. Kepercayaan publik harus dijaga,” pungkas Maria.
Hingga berita ini ditulis, Pertamina belum memberikan pernyataan resmi terkait temuan Ombudsman Kaltara. Namun, masyarakat Tarakan berharap ada tindakan cepat untuk memastikan kualitas BBM yang mereka gunakan aman dan terjamin. (*)
Reporter : Arif Rusman
Discussion about this post